roeang djadhoel

santunku menggugat
bawaku dalam sebuah pekat pikir...
aku belum mati di sini
merahnya cakrawala karena marahnya matahari
membuai diri sesak melaju
...
matahariku malu
ketika lihat kerdil pikirmu
asah ayunan waktu yang panjang
menorehkan lekukan fikir yang tiada merdu
...
nyaliku menggugat
memotong arah laju diri
menuai asa yang masih sesak
meludahpun susah...
........
........
dan engkau tertawa
dengan perut buncitmu yang bergoyang-goyang
tanpa suara merdu yang terdengar
...
sampai ketika waktu
membimbingku dalam gelombang panjang
asah kesabaran dan bijak diri

melihatmu...
bagaikan daun yang layu
bersiap kering dan jatuh
rata di tanah dan menghilang
engkau bukan seorang pahlawan
engkau lebih sekedar pecundang
bernyali ciut dan bergigi susu
bersembunyi di ketiak ketakutan dan ketidakpedulian

engkau bukan penyelamat
yang datang hantarkan jiwa-jiwa sekitar
engkau tak lebih dari seorang pembual
yang parau serak tiada merdu
melengking genapi riuhnya kota ini
...
nyalimu bak pecundang
tak sabar aku melihatmu
terkapar duka lewati semua
aku kan ada
wujudkan harapan itu.........!!!